surat kepada L (lomba menulis surat bulan bahasa sastra indonesia unair tahun 2013) alhamdulillah menang :p


Hai, L
Coba kau tebak alasanku mengirim surat untukmu,
Tentunya kau tidak lupa perihal tata tertib berbicara pada surat, bukan? Benar, alasan pertama mengapa aku mengirimimu surat tidak lain adalah aku ingin menanyakan bagaimana kabarmu disana, apa kau baik-baik saja? semoga kau selalu sehat dan bahagia.
Selanjutnya,
alasanku adalah karena kita sudah lama tidak bertemu, sudah lama kita sepi dari sapa, bukan? Apa kau tidak merindukanku? Sebagaimana aku merindukan perjumpaan kita? ada yang ingin kutanyakan sekaligus kuceritakan, L. Semoga kau tidak keberatan.
L, mengapa kau menjadi meragukanku? Bukankah kita sudah lama menjadi sepasang kekasih, tentu kita sudah saling tahu, saling kenal dan saling percaya, bukan? sakitmu adalah tangisku. L, jangan kau sebut  bahwa cintaku kepadamu adalah pura-pura. Kenapa kau se-tega itu menuduhku? Atas dasar apa? Tentu kau bisa membedakan bagaimana cinta yang tulus dan cinta yang dibuat-buat, kan?.
L, aku telah jatuh hati kepadamu sejak kulihat embun yang menghiasi kedua alismu, matamu seperti daun pada musim semi, selalu dihiasi oleh keceriaan, ketulusan namun juga menyimpan ketajaman yang mendamaikan. Juga suaramu yang begitu renyah dan memikat pendengaran. Rasanya, tidak mudah untuk tidak jatuh hati kepadamu. L, apa disana kau tengah memikirkan nasib hubungan kita? Mengapa kau menjadi sependiam ini sekarang? Bahkan huruf-hurufmu pun menjadi diam, aku menjadi khawatir L.
L, bisakah kau ceritakan padaku alasan lain seseorang menulis dan mengirim surat selain yang kusebut tadi? Melebur kerinduan dalam tangisan tak ubahnya menikam sepi dalam hati, adakah yang lebih peduli selain ratap tangis dalam sunyi? Aku menyayangimu L, seperti halnya menyayangi diriku sendiri, kau adalah sisi lain dari diriku. Mungkinkah bisa aku berpisah dengan diriku sendiri? Karenanya aku mengirimimu surat, aku rindu padamu L.
Beberapa waktu sebelum aku memutuskan mengirimimu surat, aku  adalah seseorang yang sangat kacau, entah mungkin karena aku benar-benar merindukanmu. Saat kau tiba-tiba saja meragukan cintaku, aku sangat sedih tapi ku tahan. Ada apa denganmu, L?
L, separuh hatiku telah kau miliki, sedang separuhnya lagi kujaga untuk kau sempurnakan esok nanti. Tapi mengapa kini separuh hati yang kau miliki tiba-tiba kau patahkan, hingga menjelma kepingan airmata hujan malam ini, dan aku selaksa kunang-kunang yang kau hujam ribuan pedang usai kau bawa aku terbang. Kenapa begitu, L?
L, apa kau ingat ketika kita bersama menanam benih-benih impian, juga saat merajut manik-manik harapan, matamu begitu pandai memintal helai-helai kenangan. Juga tawamu yang sebebas gemericik air di pancuran milik pak Sukijo. Seharusnya kau masih ingat semua itu, sebab belum terlalu lama musim menua. Atau, mungkin kau sengaja menguraikannya menjadi helai-helai yang dilupakan?.
Kau membuatku menjadi heran, L, terlalu klise jika aku menanyakan apa sebenarnya keinginanmu, tetapi memang itulah hal yang ingin aku tahu. Begini saja, mari kita putar jarum jam mudur beberapa detik menuju masa lalu, namun sejujurnya aku kurang suka menyebut istilah “masa lalu” denganmu, kau tidak keberatan kan jika aku menggantinya dengan istilah “pertemuan”. Mari, ikut denganku, bersama menyusuri jarum jam yang mundur itu. Apa kau lihat ada cinta yang lugu, senyum yang malu-malu, dan rayuan yang membuat musim bersemu. Rasanya, baru sebentar kita saling menerka rahasia di balik kedua tangan kita. Memang, pertemuan adalah hal yang sulit untuk tidak diingat, pun perpisahan yang sulit untuk dilupakan. Tapi, bukankah kita belum benar-benar berpisah?
L, aku memiliki sebuah impian yang selalu kusebut dalam doa, dan hanya kusebut juga dalam doa. Dan aku memiliki pertanyaan yang selalu menjadikan tanya dan gelisah berebut tempat dipikiranku , “apakah kita masih memiliki impian yang sama?”. Aku tidak menyukai amarahmu L, tapi aku bisa apa? Bukankah segala yang dilakukan oleh seseorang yang tidak dipercaya hanya akan sia-sia? L, jangan kau sebut jika cintaku ini hanyalah pura-pura, sebab menjadi dermaga juga melahirkan lelah, aku tidak lelah sebab menunggu, aku lelah sebab merindu. Merindukanmu.
Kembalilah L, kepada impian-impian kita, mari kita berlayar menyusuri samudera harapan yang begitu luas dan lepas, bukankah ketika bersama kita akan menjadi lebih berhati-hati. Karena bersamamu, L, kutemukan arti menjadi separuh, menjadi sepasang, menjadi setubuh, senafas. Maka kembalilah untuk kembali, L.


Salam, 1986
P

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untuk Kalian

hidup itu pilihan. jangan lupa istikharah~